10 November 2006

Relevansi Imlek dengan Khonghucu


Oleh Kristan
:: diambil dari http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua
:: Forum Budaya Tionghoa & Sejarah Tiongkok


BICARA tentang Imlek, tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan, tradisi religius, dan sejarah tentunya, karena menurut kaidah ilmu pengetahuan ilmiah, diterima atau tidak Imlek ini memanglah tergantung dari ketiga hal di atas. Imlek, sangat melekat dan membudaya di setiap sanubari orang-orang Tionghoa atau pun keturunan Tionghoa. Kalau mau jujur, ketika menyambut Imlek hampir separuh dari dunia yang dihuni oleh orang Tionghoa terpengaruh oleh hingar bingarnya Imlek. Sama seperti ketika dunia merayakan Idul Fitri dan Natal. Fenomena demikianlah yang terjadi.

Tahun Baru Imlek, tidak bisa dipungkiri, merupakan tradisi. Sebuah tradisi yang religius. Mengapa dikatakan religius? Mari kita mencoba melihat dari etimologi kata religius itu sendiri, di mana arti dari religius adalah pengikatan kembali hubungan dengan Tuhan, re = kembali, ligare = pengikatan. Apa pun bentuk ikatan tersebut baik dengan cara berdoa dan bersyukur kepada Tuhan.

Menurut kebiasaan, tradisi serta sejarahnya, yang paling utama dalam perayaan Imlek adalah dilakukannya upacara syukuran kepada Thian, Tuhan YME atas berkah dan rahmatNya. Bahkan, konon pada zaman Tiongkok kuno upacaranya pun langsung dipimpin oleh kaisar yang berkuasa, dan itu berlangsung dari dinasti ke dinasti.

Makna Imlek yang sebenarnya adalah ucapan syukur kepada Tuhan atas berkat dan rahmatNya yang telah diterima umat manusia sepanjang tahun, yang direpresentasikan dalam momentum yang disebut Imlek. Kebetulan juga, menurut penanggalan bulan/Yin Li ditetapkan jatuh pada musim awal Semi/ Spring, tepatnya 1 Cia Gwee atau hari pertama dan bulan pertama pada awal musim Semi dalam perhitungan berdasarkan penanggalan Lunar, yang tahun ini jatuh pada tanggal 29 Januari 2006.

Sejarah Imlek tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa Tiongkok itu sendiri, baik dilihat dari literatur yang ada atau pun dari segi pengetahuan tentang asal-usul sesuatu (sejarah), seperti mengapa harus disebut Imlek, lalu dari mana perhitungan tahun tersebut berasal, dan aspek- aspek lainnya yang memiliki relevansi sehingga mungkin menjadi fenomena yang cukup penting untuk diketahui lebih lanjut.

David Beckham
Tahun lalu ada sebuah cerita menarik dari David Beckham. Ketika di Tokyo, Jepang, kapten tim Inggris tersebut meluncurkan sepatu David Beckham Limited Edition Predator Pulse yang di seluruh dunia hanya dijual sebanyak 723 pasang. Apa makna angka itu? Angka 7 adalah nomor punggung Beckham di Manchester United dan Inggris, sedang angka 23 adalah angka yang dikenakannya di Real Madrid. Menariknya lagi sepatu itu dilengkapi kotak kain yang diinspirasi dari kekeramatan mistik oriental khususnya Tiongkok di mana ada potongan tulisan Confucius dan sejarah karier Beckham di bukletnya, begitu kata salah seorang PR Adidas yang bernama Thomas Scaihkvan (Koran Tempo, 3 Augustus 2004).

Rupanya, seorang Beckham tidak memisahkan relevansi antara Cina dengan Confucius. Ketika diwawancarai oleh wartawan mengapa dia memakai nama besar Confucius dan Yin Yang, Asia Timur dan Cina pada khususnya, Beckham menjawab sulit sekali dia memisahkan dua nama besar itu.

Usut punya usut ternyata pernyataan Beckham tersebut sinonim dengan pernyataan seorang Sinolog (ahli kebudayaan Tiongkok) dari Inggris yang bernama William Mc Naughton, yang pernah berkomentar tentang Cina, begini katanya, "hal-hal yang diajarkan oleh Confucius adalah hal-hal yang ditanamkan ke dalam sanubari orang Cina selama berabad-abad, maka dari itu tidaklah berlebihan jika dikatakan Cina adalah Confucian (Confucianism), begitu juga halnya Confucianism adalah Cina."

Ternyata ada benarnya juga perkataan Beckham dan Mc Naughton, apalagi kalau kita lihat korelasinya dengan berbagai tradisi dan kebudayaan orang Cina. Diterima atau tidak, semuanya sangat erat sekali hubungannya dengan Confucianism dan Taoism ambil contoh perayaan-perayaan seperti (Ching Ming/Cheng Beng, Dragon Boat Festivals/Pek Chun, Dong Zhi/Tang Cik yang identik dengan perayaan kue Onde, Moon Cake Festivals/ Thiong Chiu Pia, Cap Gow Meh dan perayaan-peraayaan lainnya).

Bahkan Mao Ze Dong/ Mao Tse Tung yang dengan jelas-jelas dalam revolusi kebudayaanya ingin menghilangkan secara total pengaruh dari Confucianism, lucunya telah melakukan dualisme yang kontradiktif membingungkan, di mana di satu sisi Mao menentang Confucianism tapi di sisi lain beliau memakai Confucianism untuk membangkitkan semangat rakyatnya dengan cara mendorong semangat rakyatnya kedalam pemikiran Confucianism itu sendiri.

Hal ini ternyata direpresentasikan dalam Little Red Book (Buku Kecil Merah) karya ketua Mao yang merupakan buku panduan utama bagi penganut kaum komunis di Cina. Hampir semua isi buku tersebut memiliki korelasi yang sangat erat sekali dengan Confucianism (Paul Strathen, Confucius in 90 menits)

Sejarah Imlek
Perayaan Imlek/Yin Li/ Anno Confuciani/Teth (Vietnam) menurut sejarah secara umum dan kenegaraan, dimulai pada zaman dinasti Han sekitar 206 SM-220 M, di mana kaisar pertamanya yang bernama Han Wu Di (keturunan dari Liu Bang yaitu orang yang berhasil menumbangkan dinasti Qin yang tirani 221 SM-207 SM).

Han Wu Di merupakan seorang Confucianist sejati, yang saking sejatinya dia sampai-sampai memakai konsep Confucianisme dalam menjalankan segenap pemerintahannya, dan ternyata jalan yang diambilnya tidaklah salah sebab dinasti Han-lah yang paling sukses dan berhasil dalam sejarah dinasti mana pun di Cina. Dinasti Han juga merupakan dinasti terlama dalam peradaban bangsa Cina, bahkan sampai sekarang pun hampir semua orang Cina merasa sangat bangga jika disebut sebagai orang Han.

Perayaan Imlek sebenarnya sudah ada sejak zaman dinasti Xia (2100-1600 SM), dinasti ini didirikan oleh Yu The Great, yang merupakan penyelamat banjir ketika Cina dilanda air bah.

Penanggalan Imlek yang dihitung berdasarkan perhitungan lunar/bulan ditetapkan oleh Han Wu Di berdasarkan tahun kelahiran Confucius/Khonghucu, yang jatuh pada tahun 551 SM, sehingga terkadang oleh para sarjana barat Imlek dikenal dengan istilah Anno Confuciani karena berdasarkan perhitungan tahun kelahirannya Confucius (Sima Qian, The Great History/Shi Ji).

Dan kebetulan juga karena begitu tepatnya perhitungan lunar bagi kepentingan pertanian dan astronomi Hong Shui, Feng Shui, dan keperluan lainnya perhitungan ini tidak mengalami perubahan yang signifikan sampai dinasti Qing (1644-1911) yang merupakan dinasti terakhir di Cina.

Dari sudut etimologi, perayaan Tahun Baru Musim Semi ini disebut juga Imlek (dialek Fujian) atau Yin Li (dialek Mandarin), yaitu Im = Bulan, Lek = penanggalan, sehingga Imlek berarti penanggalan yang dihitung berdasarkan peredaran bulan jadi berbeda perhitungan dengan penanggalan Yanglek/Masehi yang dihitung berdasarkan peredaran Matahari, Yang = Matahari.

Tahun ini Imlek sudah mencapai tahun yang ke 2557, perhitungan tersebut didapat dari penjumlahan tahun kelahiran Confucius yang jatuh pada 551 SM dengan angka tahun Masehi yang jatuh pada yang ke 2005, 551 + 2007 = 2557.

Perhitungan semacam itu juga terjadi pada Tahun Baru Internasional (pada zaman dahulu disebut juga Tahun Baru Belanda). Bukankah Tahun Baru yang jatuh pada 1 Januari tersebut dihitung berdasarkan angka tahun kelahiran Yesus Kristus?

Baru Terus
Religiusitas Imlek sampai saat ini masih dipertanyakan banyak orang, sebagian besar orang mengatakan bahwa Imlek bukanlah perayaan yang religius bahkan kadang hanya dianggap sebagai perayaan biasa yang tidak mengandung unsur religius apa pun. Dan, lucunya lagi oknum yang berkomentar seperti itu adalah orang Tionghoa yang tidak mengerti sejarah dan budaya sama sekali, yang hanya menggunakan kaca mata ilmu pengetahuan atau ilmiah. Anggapan itu merupakan suatu kekeliruan yang dilestarikan.

Jika dikaji lebih dalam dari sudut ilmu pengetahuan dan kebhinekaan kita sebagai saudara sebangsa, wacana tentang Imlek sekarang ini sangatlah tidaklah komprehensif, tidak ilmiah dan tidak mengandung toleransi. Dalam konteks Indonesia, sebelum era reformasi, terjadi tekanan terhadap etnis keturunan Tionghoa dengan segala perangkatnya. Kebijakan yang diskriminatif dari rezim Orde baru itu tentu tidak perlu dilanjutkan lagi.

Imlek bagi sebagian orang Tionghoa, khususnya yang beragama Khonghucu, merupakan suatu perayaan besar yang sangat sakral/suci. Saat Imlek adalah saat yang baik untuk saling bermaaf-maafan, berkumpul, berdoa, mengucapkan rasa syukur atas berkah dan rahmat yang diberikan oleh Thian Tuhan YME.

Saat Imlek juga adalah saatnya bersuci diri dan memperbaiki diri untuk lebih baik lagi di tahun yang akan datang. Setelah berkumpul dengan sanak saudara, yang merayakannya berkumpul di sebuah komunal center yang dikenal dengan nama Li Dang/Klenteng/Miao (Bio) untuk bergabung dengan seluruh keluarga lain. Bersama-sama mereka melakukan upacara sembahyang besar ke hadirat Thian YME untuk berterima kasih dan memohon berkah dan rahmatNya. Kalau boleh disamakan hal ini mungkin hampir mirip dengan kegiatan umat Islam yang melakukan Shalat Ied di Masjid pada saat hari raya Idul Fitri.

Apa pun bentuk perayaan Imlek, pastilah memiliki suatu makna yang baik dan suci. Bila dihayati baik-baik pula maka dapat membawa kita kepada perdamaian di dunia ini, karena kita semua adalah bersaudara.

Di mana pun orang yang berbudaya berada, dalam hal memperingati perayaan-perayaan yang bermakna, mereka sudah pasti akan menjaga dan melestarikannya. Berkat perkembangan teknologi dan penyebaran informasi yang cepat dunia ini, semua mengalami peralihan, termasuk kekeluargaan. Bentuk keluarga semakin kecil dan kesenjangan generasi pun makin melebar.

Generasi muda mungkin tidak mengetahui asal mula atau sejarah suatu kebudayaan tradisional yang mereka jalani. Namun ingatlah apa yang dikatakan oleh orang hebat di negri ini (Bung Karno), "Janganlah sekali-kali kita meninggalkan sejarah dan budaya bangsa kita ini". Di dalam kata-kata dan perbuatan di masa lalu terletak harta terpendam yang bisa digunakan manusia untuk memperkuat dan meningkatkan watak mereka sendiri.

Dan cara untuk mempelajari masa lalu bukanlah dengan mengekang diri kita sendiri dalam pengetahuan sejarah semata, tetapi melalui penerapan pengetahuan ini, memberikan aktualita kepada masa lalu.

"Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharui lah terus tiap hari, dan jagalah agar baharu selalu selamanya" (The Great Learnin/Da Xue/Pelajaran Agung). Shin Chun Khiong Hi & Shi Nian Khuai Le, Happy Anno Confuciani, Selamat Tahun Baru Imlek 2557, semoga bangsa kita ini dapat terus maju dan menghargai sesama bangsanya. *

Penulis adalah Direktur Eksekutif Confucius Center & Ketua Gemaku (Generasi Muda Khonghucu).

0 comments:

Post a Comment